Sabtu, 20 Oktober 2018

Kisah 25 Tahun




Tanggal 20 Oktober 1993. Tepat, 25 tahun yang lalu. Dua insan telah saling berjanji untuk menua bersama. Hari ini, mereka memasuki tahun Perkawinan Perak. Dua insan telah berani untuk memulai kehidupan baru. Dibawah tenda biru, mereka pun terlihat haru.

Memasuki tahun ke-25. Sebuah pencapaian yang tidak mudah. Segala macam lika-liku hidup sudah menerpa dan alhamdulillah ikrar itu masih tetap kokoh dan ada. Tangis dan bahagia, mereka tetap bersama. Saling menguatkan, saling mengingatkan. Cinta yang hadir dari awal mereka jumpa tak berkurang melainkan bertambah. Disetiap harinya, cinta dan sayang itu semakin besar. Ditambah lagi dengan kehadiran 4 buah hati (sebenarnya 6, tapi 2 saudara Saya meninggal dalam kandungan). Mereka bilang, kebahagiaan kami nyaris sempurna.

Selama ini, Ayah dan Mama selalu menegaskan bahwa mereka tidak hanya akan mewariskan harta benda. Tapi mereka lebih memilih untuk mewariskan ilmu. Karena ilmu adalah sebaik-baiknya warisan. Ilmu tak akan habis, ilmu berguna kapan saja dan dimanasaja.

Berbicara tentang ilmu, kami diharuskan untuk terus melanjutkan sekolah. Akademik memang perlu. Ayah dan Mama berprinsip "Selama kalian masih ingin sekolah, kami akan dukung sepenuhnya". Namun, dijaman sekarang rupanya belajar dibangku sekolah/kuliah tidak menjamin kita bisa memperoleh ilmu sepenuhnya. Ada beberapa ilmu memang yang tidak kita dapat dalam bangku sekolah contohnya saja ilmu penerapannya. Selama ini kita hanya belajar tentang teori saja tanpa pernah merasakan bagaimana terjun langsung kelapangan. Maka dari itu, Orang tua kami tidak luput begitu saja. Mereka tetap ada untuk membimbing kami, menjadi manusia yang mampu bersosialisasi dengan baik.

Ilmu yang paling nampak yang diwariskan dari Ayah dan Mama adalah ilmu berbisnis. Ayah, seorang anak desa yang besar bersama alam. Beliau tumbuh dengan segala kesederhanaan. Menjalani hidup alakadarnya. Dengan segala keterbatasan, hal tersebut tidak begitu saja menjadi alasan senyumnya hilang. Sejak kecil beliau sudah berkenalan dengan dunia bisnis. Ibunya, bekerja sebagai tukang jahit dan Bapaknya bekerja sebagai guru. Melihat hal ini, jiwa bisnis Ayah semakin menggila. Segala macam usaha pernah beliau coba. Mulai dari bisnis percetakan undangan, bisnis jual beli motor bekas, ekspedisi barang-barang sembako dan masih banyak yang lainnya. Demi melanjutkan hidup, kerjaan apapun akan Ayah lakukan selama itu halal dan bisa menyenangkan keluarga.



Mama, terlahir sebagai orang yang "berada" pada jamannya. Di era tahun 80-an punya rumah bertingkat, punya mobil, punya bisnis keluarga cukup menjelaskan bahwa keluarga mereka memang sejahtera. Lantas, tidak begitu saja Mama dimanjakan dengan harta. Meski berkecukupan, Mama dan saudara-saudaranya dituntut untuk tetap mandiri dan berusaha untuk belajar bagaimana mencari rupiah demi rupiah. Mereka diperkenalkan dengan arti penting sebuah perjuangan.



Mereka lalu bertemu. Perjuangan Ayah demi mendapatkan wanita idamannya tidak semulus kelihatannya. Berkat doa dan usaha yang tak henti, akhirnya Allah menjawab doa mereka. Dua orang pengusaha ulung, disatukan. Lalu, untuk mempermanis perjalanan cinta, mereka berpontang panting berbisnis untuk melanjutkan hidup. Mulai dari bisnis kecil, Menjual kue. Mama membuat kue, Ayah yang mempromosikannya. Meski sederhana, hal ini yang membuat mereka semakin dekat satu sama lain. Berdua dalam segala keterbatasan, kurasa inilah salah satu bentuk realisasi dari ungkapan cinta.

Setelah itu, mereka melahirkan 4 orang anak yang sangat disayangi. Memang benar kata pribahasa "buah jatuh tak jauh dari pohonnya". Berangkat dari orangtua yang menggilai dunia bisnis, anak-anaknya pun tak kalah antusiasnya. Saya dan ketiga saudara Saya (Kak Tomy, Fachry, Anul), sudah mencoba berbagai macam bisnis/usaha. Melihat orang tua kami yang begitu bersemangat dalam berbisnis, kamipun merasa terpanggil. Masing-masing dari kami sudah pernah merasakan bagaimana mendapatkan uang dari hasil keringat sendiri. Setelah itu, pendapatan pertama kami dari hasil bisnis kami, kemudian diberikan kepada Mama untuk disimpan, berapapun, sekecil apapun. Mama menyimpan dengan baik uang pertama kami sampai sekarang.


Kak Tomy, Ina, Fachry dan Anul


Setelah itu masing-masing dari kami dibiarkan berkembang. Terserah. Kami diberi kebebasan untuk mencoba apa saja dan dimana saja peruntungan kami. Dari kecil memang sudah terlihat jiwa bisnis kami. Menawarkan barang dan jasa, apapun pernah kami lalui. Kami tak pernah malu untuk berbisnis, meskipun bisnis tersebut terkadang diremehkan oleh sebagian orang. Mungkin karena sudah tertanam dalam jiwa, bahwa uang hasil jerih payah sendiri lebih terasa nikmatnya meski hanya untung sedikit. Ayah dan Mama juga selalu berpesan, bahwa seorang pengusaha itu pasti pernah mengalami kerugian, tinggal kita menyikapinya bagaimana, entah melanjutkan atau tetap jatuh dan meninggalkan.

Bahwa berbisnis itu tentang kesabaran, ketekunan dan kejujuran. Tentang bagaimana sikap dan perlakuan menjadi seorang pengusaha kepada orang lainpun, kami tidak luput dari bimbingan mereka. Dan tak lupa juga, Ayah dan Mama selalu mengingatkan agar selalu melibatkan Allah dalam setiap aktivitas kita. Harus selalu bersyukur dan jangan lupa membelanjakan sebagian harta benda kepada orang yang lebih membutuhkan, Insyaa Allah berkah.

Bahwa tidak ada lagi hal yang lebih baik diwariskan katanya, selain ilmu. Ilmu yang luar biasa, memang benar ilmu ini tak pernah kudapat di bangku kuliah. Terima kasih kepada Allah karenanya kami dikaruniai orang tua yang begitu hebat. Usaha dan keringatnya, mengajarkan kami bahwa tidak pernah sekalipun kami sanggup membalas semua jerih payahnya. Mereka mengajarkan kepada kami, bahwa hidup itu tentang berjuang. Berjuang menjemput sukses, menuju hari tua yang menjanjikan.

Untuk Ayah, terima kasih telah menjadi panutan. Terima kasih karena tidak terpengaruh dengan pergaulan bebas saat masa mudamu meskipun kau berkawan dengan banyak perokok tapi kau tetap memilih tidak mengkonsumsinya. Terima kasih telah memilih seorang Ibu yang penyayang untuk kami. Terima kasih telah setia mendampingi Ibu kami. Semoga Saya juga masih bisa menemui lelaki seperti Ayah. Semoga Saya seberuntung Mama.

Untuk Mama, terima kasih atas segala doa disepanjang nafasmu. Beliau sering sekali berpesan kepada anak gadis satu-satunya ini bahwa, sebagai seorang wanita kita harus punya prinsip. Bahwa kita harus pandai bersosialisasi, membuat orang disekitar kita bahagia dengan cara yang elegan. Terutama lagi dalam memilih pasangan. Carilah yang sifatnya seperti Ayah. Yang mudah bergaul, tapi tetap tau batasan. Terima kasih karena sudah menjadi wanita panutanku. Terima kasih atas belaian lembut dari tangan halusmu. Terima kasih telah setia bersama Ayah dan menjadikan Ayah orang yang beruntung karena telah memilihmu.

Ayah dan Mama, teruslah menua bersama. Terima kasih telah mengajarkan pelajaran yang luar biasa. Kisah inspiratif dari kalian, akan kami bingkai untuk kado masa depan. Kuharap masih ada tahun-tahun kedepan yang lebih bermakna. Selamat mengulang hari bahagia. Semoga bahagia selalu menyertai keluarga kita.





Gowa, 19 Oktober 2018
Jumat, 20.18 WITA
#Alifah Nurkhairina

6 komentar: