Di sebuah desa yang belum lama ini kutinggali, aku menemukan diriku dengan banyak perubahannya. Aku mendapati diriku menjadi lebih baik dari hari kehari. Aku bingung mengapa demikian? Setelah kurang lebih setahun menetap disini, aku menemukan jawabannya, yaitu sholat subuh berjamaah di Mesjid.
Sejak
dulu, aku memang sangat menyukai sholat subuh berjamaah di Mesjid. Tetapi,
kadangkala terkendala dengan izin orangtua yang seringkali beranggapan bahwa
diluar masih sepi untuk seorang anak gadis yang hendak ke Mesjid di subuh hari,
meskipun jarak antar rumahku ke Mesjid terdekat hanya beberapa meter.
Menurutku,
tidak ada suara setenang dan seindah langkah kaki pejuang subuh menuju Mesjid.
Subuh, dengan ketenangan dan udaranya yang bersih dari nafas orang munafik
“katanya”, mampu membuatku bersemangat untuk menerobos dinginnya udara dan
gelapnya semesta.
Para
pejuang subuh rela bangkit dari nyamannya lelap. Mengambil air wudhu yang tidak
jarang membuat tubuh menjadi kaku. Memakai pakaian terbaik dengan uang yang
diselipkan disakunya untuk ditabung di celengan akhirat. Berharap semoga
langkahnya ke Mesjid menjadi penghapus dosa.
Kemudian
Allah izinkan, untuk benar-benar menghadirkan diri dan jiwa kita di rumah-Nya.
Setelah berhasil melepas 3 tali ikatan syaiton yang begitu dahsyatnya. Hening
subuh, semoga jadi saksi bahwa kita termasuk orang yang beruntung bisa
menikmatinya. Betapa betul ini salah satu sholat yang sangat sulit untuk
dikerjakan tepat waktu.
Subuh
ini agak berbeda nampaknya dari subuh yang lain. Entah mengapa, tidak bisa lagi
kubendung air mataku sendiri. Meski terus kucoba, berkali-kali.
Dia
tumpah bertepatan ketika ayat pertama surah As-Sajdah dibacakan oleh Imam
sholat yang merdu suaranya tidak perlu lagi diragukan. Fokusku hilang, air mata
tak tertahan, gemetar luar biasa.
Tidak
bisa lagi kusembunyikan. Betul-betul diluar kendali. Kupikir mungkin aku saja
yang cengeng, tapi lagi-lagi. Selalu saja melemah dengan lantunan ayat
Al-Qur’an yang dibacakan dengan merdu.
Barakallahu
fiyk, Ustadz.
Note:
hampir semua tulisanku tercipta begitu saja setelah ada moment yang kulalui.
Bahkan pada tulisan ini, sebelum benar-benar lupa dan tidak terabadikan. Segera
kuambil media untuk membuatnya menjadi sebuah catatan kecil untuk mengingat
kejadian yang tidak biasa ini. Bahkan saat menulis ini, air mata masih saja
tidak terbendung. Ah kubiarkan saja, berharap setelah ini lebih lega.
Ptlsng, 15 Juli 2022
Sepulang dari sholat subuh.