Senin, 30 September 2024

September: Ceria atau Tumpah Air Mata?

Bulan ini menjadi terasa sedikit berbeda. Banyak hal yang membuat saya kembali menempa diri untuk bisa memaknai setiap kejadian. Pada awalnya, saya merasa bahwa bulan September kali ini betul-betul tidak berpihak pada saya. Akan tetapi, lagi-lagi kembali tersadarkan bahwa, setiap kejadian pasti ada makna yang baru nampak setelahnya.

AWAL BULAN.

Memulai September, saya mencoba memberanikan diri untuk memasuki babak baru dalam hobi yang sudah lama saya tekuni, ya Badminton. Saya akhirnya berhasil meyakinkan diri untuk mendaftar dalam turnamen badminton. Setelah pertimbangan yang cukup panjang serta segala resiko yang mungkin akan kudapatkan. Berbekal dengan dukungan dan dorongan dari saudara serta rekan seperhobian, maka kumantapkan untuk ikut serta dalam turnamen kali ini.

Campur aduk perasaanku kala itu. Saya tau betul, demam panggung begitu menghantuiku ketika sedang tampil di depan banyak orang. Apalagi dengan beban yang saya emban ketika masuk di lapangan. 

"Pokoknya, lakukan yang terbaik saja dulu. Menang kalah urusan belakang. Toh juga ini baru pertama kalinya, jadi tak mengapa jika tidak juara". batinku.

Kalimat itu yang selalu kusugestikan, agar ekspektasiku tidak begitu menjadi beban.

Tibalah hari H. Dengan segala keyakinan, meski latihan tidak seberapa, saya memantapkan diri untuk bertempur habis-habisan. Membuang semua segala ketakutan, yang mungkin akan mengganggu segala penampilan saat di lapangan. Saya sangat senang, ketika berkesempatan lagi untuk merasakan euforia turnamen yang begitu diluar dugaan. 

Saya senang, akhirnya saya berhasil untuk tidak membawa ketakutan, demam panggung dan segala beban yang kukira akan menghantuiku di lapangan. Saya betul-betul hanya membawa raket, botol minum, dan segala doa-doa yang telah dibekalkan Mama ku dari rumah.

Saya dan partnerku selalu menang, kami tidak pernah kalah dalam pertandingan. Sayangnya, ada satu hal yang akhirnya menghentikan langkah kami untuk berada dipodium juara, kami terdiskualifikasi dengan alasan yang cukup membingungkan. Meski sangat-sangat kecewa, keputusan harus kami terima.

Pada awalnya, cukup berat. Bisa kubilang mungkin ini menjadi trauma. Beberapa hari setelah kejadian, seperti tak bersemangat rasanya memulai aktivitas lainnya. Bawaannya ingin saja terus menggerutu dan mengutuk keadaan.

Tapi, seiring berjalannya waktu, semua akhirnya bisa ku atasi. Saya perlahan mulai berdamai dengan semua ini. Saya memilih untuk mengambil hikmah setelahnya. Tidak lagi memberi fokus dan perhatian berlebih terhadap apa-apa yang membuatku patah hati. 

Satu hal terpenting, bahwa pertarungan kemarin bukan tentang mengalahkan lawan. Tetapi tentang bagaimana mengalahkan egoku sendiri. Dan saya dengan percaya diri menyatakan bahwa saya telah menang atas egoku. Saya betul sudah berdamai dengannya.

AKHIR BULAN.

Selain keuangan yang sudah menunjukkan tanda-tanda kelemahannya, perasaanku pun demikian. Beberapa orang tersayang disekitarku akhirnya tidak berhasil lagi kutahan laju kepergiannya. Tentu tidak semudah itu membiasakan diri tanpa mereka (terutama adik bungsuku yang saat ini tengah studi di Taiwan). Mari membiarkan waktu menolong sebisanya. Semoga kali ini dan setelah-setelahnya, saya mampu berdamai juga. Semoga semua cepat berkumpul dan bercerita lagi seperti semula.

REVIEW SEPTEMBER

"Semoga setelah ini, banyak kabar bahagia menghampiri. Terima kasih September, yang kupikir bisa mendatangkan bahagia, rupanya membuat tumpah air mata. Namun, terima kasih juga, berkat air mata yang tumpah, saya bisa semakin menghargai kehadiran untuk segala hal yang tidak berhasil ku genggam sempurna"


*Terima kasih orang baik yang sudah mampir dan bersedia meluangkan waktunya untuk membaca sampai akhir. Kalau berkenan, jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar yaa..

~ Alifah Nurkhairina ~