Malam ini, untuk kesekian kalinya, kau menahan sakit lagi. Saat tengah beraktivitas, saat tengah beribadah, saat tengah menjalankan kewajiban bahkan saat dimana semua orang tengah terlelap. Menahan, kau terus menahan. Sesekali kau tak kuasa, kau bagi sakitmu pada seseorang yang berada tepat disampingmu, yah dialah kekasihmu. Dia terbangun dari lelapnya, Dia tidak kaget, hanya sedikit pilu, melihatmu meringis seperti itu. Kekasihmu adalah orang yang paling siaga dalam memenuhi pintamu. Berlarian tak karuan saat kau membutuhkan sesuatu dan kejadian ini terus terulang, hampir disetiap latar, waktu dan suasana yang serupa. Tapi lucunya kalian justru bahagia, yah sangat bahagia.
Beberapa bulan kemudian, sakit ini memuncak. Kau semakin tak bisa membendungnya. Kekasihmu juga tak terlihat baik-baik saja, dia kaget luar biasa. Apa yang harus dilakukan? Hari itu sangat kejam. Malam panjang ditemani hujan yang jatuh dengan ketukan kerasnya. Kekasihmu bingung, bagaimana ini? Teriaknya dalam hati. Mobil taksi melintas, tak berfikir deras, kekasihmu memanggilnya keras dan kau dibawa kesuatu tempat yang kau sendiripun sudah bisa menebaknya bahkan dalam keadaan kau tak sadar.
Menjelang moment itu, kalian berpegang tangan, erat. Saling menguatkan dalam tatap dan doa. Sesekali kau mengeluarkan air mata dan senyuman. Kau pasti bisa! Kata semua yang ‘sempat’ melihatmu. Selama proses itu berlangsung, doa tak henti membumbung seperti berlomba menuju langit tertinggi. Sampai akhirnya kalian betul-betul menangis larut dalam bahagia. Ada hadiah dari Allah, seorang anak perempuan.
Seiring berjalannya waktu, gadis ini tumbuh dengan gaya hidup yang kalian yakini. Kalian besarkan dengan kasih sayang dan doa. Kalian kenalkan dengan Allah dan segala kekuasaan-Nya. Kalian lengkapi fasilitasnya untuk terus menjelma menjadi insan yang baik budi pekertinya terhadap sesama. Gadis ini mulai dewasa, mulai bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Kini dia menempuh pendidikan tinggi. Dengan mengandalkan doa dan kepercayaan, kalian lepas dia untuk mengejar cita-citanya.
Karena sibuk, kalian jarang bertemu. Kau dan kekasihmu sibuk melanjutkan hidup. Berfikir terus bagaimana caranya agar besok masih bisa makan. Sementara gadismu juga tengah berusaha ‘katanya’. Belajar dibangku perguruan tinggi yang nyaman, menghabiskan waktu dengan teman sebayanya dimanapun, kapanpun. Namun, tak jarang gadismu lelah dan menyerah. Kau bilang jangan lupa sholat, teruslah belajar, dan jaga kesehatan. Itu pesan yang tidak pernah luput kau ucapkan melalui via suara.
Gadis itu sekarang tengah berada didepan kertas putih. Menulis tentang kejadian masa lalu. Dia ingin bercerita kepada dunia. Bahwa orang tuanya hebat. Tak pernah mengeluh tentang lelah yang dialaminya. Katanya dia telah menemukan pahlawan sesungguhnya. Tak perlu mengikuti dunia, bahwa pahlawan itu dia yang telah berjasa terhadap bangsa. Tak perlu menunggu hari peringatan itu tiba. Baginya ayah ibunya pahlawan sepanjang masa. Sebut saja gadis itu, Aku. Tokoh Kau itu adalah Ibu dan kekasihnya adalah Ayahku. Lantas peristiwa apalagi yang bisa membuatku terkagum kepada mereka? Selembar kertas takkan pernah mampu menampung bagaimana takjubku tentang pengorbanannya. Lantas apalagi yang pantas kuucap selain syukur dan maaf? Mereka memang tak pernah melawan penjajah. Wajah merekapun tak diabadikan sebagai pahlawan bangsa. Tapi mereka nyata, mereka dekat. Lantas siapa lagi yang pantas kusebut pahlawan? Kalian tau? Aku anak beruntung. Kalian harus tau.
#Alifah Nurkhairina
Gowa, 10 November 2017
Jumat, 22.10 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar