Kamis, 02 Maret 2017

Si Tangguh dari Bumi Panrita Lopi Vol.1

Taken by: Alifah Nurkhairina

Makassar, 02.19 WITA
Selasa, 28 Februari 2017


Malam ini saat lampu padam. Gelap gulita tak terkalahkan.
Kunyalakan cahaya. Lilin itu membara. Dia menemaniku, sepertinya dia juga ingin mendengarkan saat Ayah menceritakan sebuah kisah masa lalu.

Legenda Perahu Phinisi judulnya.

Berbicara tentang perahu Phinisi, saya sangat tertarik dan sangat penasaran. Langkah awal saya, yaitu dengan mencari tahu sedikit demi sedikit tentang Perahu ini. Dan saya memutuskan untuk mewawancarai salah satu orang yang mengetahui sedikit tentang perahu phinisi. Ya dia Ayahku. Sedikit menjawab rasa penasaranku.

"Ayah coba jelaskan, apa - apa yang kita tau tentang Phinisi?"

"Phinisi itu perahu tradisional yang sudah mendunia. Phinisi ini unik. Ada sejarah yang menceritakan bahwa, suatu ketika Sawerigading hendak berlayar ke China demi seorang perempuan yang dicintainya yaitu We Cudai. Namun untuk sampai ke negeri China tidaklah mudah. Hamparan samudera menjadi penghalangnya. Sampai suatu ketika ada seseorang yang berkata kepadanya, Wahai baginda. Jikalau hendak baginda ke Negeri China, seberangilah lautan itu dengan sesuatu yang bisa terapung dan bisa membuatmu sampai ke tujuan.

Maka Sawerigading pun memerintahkan kepada pesuruhnya untuk mencari dari ujung Luwu sampai batas yang tidak ditentukan, yaitu seorang yang ahli merakit "perahu". Sawerigading pun membuat sayembara untuk siapa saja yang bisa membuat perahu. Cerita tentang keinginan Sawerigading ini mulai meluas ke masyarakat sekitar. Menjadi satu pokok pembicaraan hangat saat tengah bersantai. Sampai suatu ketika, berita itu didengar oleh Dg. Baso. Dg. Baso ini adalah seorang tukang kebun. Pada saat itu dia tengah asyik berbincang-bincang dengan temannya.

Dalam bahasa Ara.
"Macccako a'baju lopi?" (Kamu pintar membuat perahu?)

" Anre. Nungura njo tanja'na lopi? (Tidak, bagaimana bentuknya perahu itu?) Tutur Dg. Baso

" bla bla bla(kebetulan saya lupa bahasa Aranya, yang jelas artinya "perahu itu yang bisa terapung dilaut)

" Ooh, tunggu dlu saya pernah bermimpi. Saya diajari membuat perahu, didalam mimpi itu saya diperlihatkan alat-alat apa yang dipergunakan saat membuat perahu serta cara-cara pembuatannya". Ungkap Dg. Baso

"Ooh, kaumi di hoja. Kunne ko" (Oh, kau lah yang dicari, ayo sini)

Setelah mengadakan pencarian tentang orang yang ahli membuat perahu, tak satupun yang bisa. Hanya Dg. Baso. Itupun dia hanya bermodalkan mimpi. Setelah itu Dg. Baso pun bertemu dengan Sawerigading.

"Jadi kau ini ahli membuat perahu?" Tanya Sawerigading

"Tidak, saya tidak bisa membuatnya, hanya saja saya pernah bermimpi membuat benda tersebut" Jawab Dg. Baso

"Oh kalau begitu, lakukanlah seperti dalam mimpimu" Ujar Sawerigading

Setelah itu Dg. Baso dibawa ke hutan untuk mencari alat-alat apa saja yang digunakan dalam membuat perahu. Sesampainya di hutan, Dg. Baso terkejut karena pohon yang hendak iya jadikan sebagai bahan membuat perahu sama persis dalam mimpinya. Bahkan setelah itu saat dia membuat perahu tak ada sedikit pun langkah-langkah membuat perahu yang dia lewatkan melainkan sama seperti dalam mimpinya.

Setelah berhari-hari lamanya membuat perahu. Sang perahu pun telah siap berlayar. Sawerigading pun berlayar ke negeri China untuk mempersunting We Cudai. Setelah menemui We Cudai, dibawalah sang istri ke kampung halamannya yaitu Luwu. Namun, Naas. Saat ditengah perjalanan, perahu Phinisi ini mengalami musibah. Perahunya mengalami kecelakaan.

Perahu tersebut terbelah menjadi tiga bagian. Dimana layar dari perahu tersebut terdampar di Bira. Papannya sebagai dinding perahu terdampar di Ara. dan lunasa' (pondasi bawah perahu) terdampar di tanah beru. Tanah beru itu sendiri adalah ibukota dari Kecamatan Bonto Bahari. Bontobahari terdiri dari 3 desa, desa Ara, desa Bira dan Desa Tanah Lemo (atau yang dikenal sekarang sebagai Tanah Beru). Ketiga bagian tersebut lalu dikembangkan menjadi sebuah perahu yang di sebut "Perahu Phinisi". Itulah sebabnya perahu phinisi ini dibuat oleh orang Ara, di kerjakan di Tanah Beru dan di nahkodai oleh Orang Bira. Sungguh unik.

Itu adalah salah satu mitos yang paling terkenal terkait pembuatan perahu Phinisi ini.

"Terus, apalagi keunikan dari phinisi?"

" Ah pernah suatu kali waktu saya masih kecil, nenekku bercerita tentang proses pembuatan perahu. Dimana saat memilih kayu yang hendak digunakan pun mesti teliti. Terkait kualitas sang perahu nantinya. Jika sudah menemukan kayu yang tepat sebelumnya diadakan terlebih dahulu ritual. Kepercayaan pada hal-hal gaib pada zaman itu masih kental. Jika ingin menebang pohon, hendaklah kapak yang digunakan disandarkan dulu ke pohonnya. Lalu tinggalkan. Jika beberapa saat kapak itu terhempas, maka jangan sekali-kali kau menebangnya karena "penunggu" pohon itu tak mengizinkan. Namun ada juga para pembuat perahu yang melanggar. Mereka tetap menebang.

"Pernah juga saat saya masih kuliah ditahun 1983 di Unhas (Universitas Hasanuddin). Ada pameran perahu di Vancouver. Dimana mahasiswa dari Teknik Perkapalan Unhas berinisiatif untuk mengikutsertakan Perahu Phinisi ini sebagai andalan dari Indonesia. Maka dipanggilah para pembuat perahu dari Ara ke Makassar untuk membuatnya. Setelah jadi, perahu itu dilayarkan ke Vancouver yang tentu saja di nahkodai oleh orang Bira. Setibanya di sana. Phinisi ini terlihat gagah. Dan lumayan menarik perhatian.

Ada turis yang tertarik. Lalu bertanya apa keunikan dari perahu ini? Dan seorang arsitek berbicara. "Saya sudah memantau pembuatan perahu phinisi ini dari awal pembuatannya di Indonesia. Perahu ini tidak ada sketsanya yang seperti biasa kita lakukan saat ingin membuat sesuatu. Dan keunikan lainnya jika membuat suatu benda kita menciptakan dulu rangkanya. Namun tidak dengan phinisi ini. Dia membuat terlebih dahulu badan kapal dan sebagainya lalu setelah itu diberikan rangka dan direkatkan menggunakan pasak (pasak ini adalah semacam paku namun terbuat dari kayu). Jadi rangka yang menyesuaikan dengan badan, bukan badan yang berpatokan dengan rangka."

Mendengar cerita itu si turis semakin bergairah untuk memilikinya. Tak berfikir panjang, Phinisi ini di belinya. Lalu dibawanya perahu tersebut ke kampung halamannya di Jerman. Namun, karena dia bersikeras untuk membawa perahu ini tanpa orang Bira sebagai sang nahkoda handal. Maka di perjalanan menuju Jerman, perahu tersebut tenggelam. Innalillah.

"Selain kisah itu, ada lagi cerita tentang pekerja perahu yang tak dibayar upahnya meski sang perahu sudah siap berlayar. Kisah ini bermula ketika sang pembeli tak membayar pekerja nya atas hasil membuat perahu. Saya juga kurang tau kenapa mereka tak digaji. Sampai membuat para pekerja perahu ini saat kecewa dan marah. Dan saat mengetahui perahu phinisi yang dibuatnya besok sudah mau didorong menuju ke lautan, sang pembuat perahu yang kecewa tadi berinisiatif untuk menghalanginya. Mereka membuat sebuah pocong kecil lalu dibacakan mantra (seperti yang saya katakan, orang-orang pada zaman itu masih sangat percaya dengan hal gaib). Setelah dibacakan mantra, pocong kecil itu ditanam beberapa meter di depan perahu.

Keesokan paginya, sang perahu pun siap didorong ke lautan (didorong disini merupakan cara tradisional warga sekitar yang berbondong-bondong mendorong perahu agar sampai ke tepi pantai, agar bisa berlayar). Awalnya saat didorong tak ada kendala, namun pada saat sampai dititik dimana sang pocong yang ditanam semalam oleh para pekerja perahu sampai, phinisi itu tak bisa lagi bergerak. Semacam ada sebuah benteng besar yang tak nampak yang menghalangi. Meski sudah banyak membantu untuk mendorongnya, tetap saja perahu tersebut tak bisa melewati batas tersebut, jika lau bisa bergerak, maka perahu itu berbelok arah, benar-benar tak bisa dilewati. Melihat peristiwa tersebut, para warga yang membantu merasa bingung, tak biasanya ada pemandangan seperti ini.

Maka warga pun bertanya kepada sang empunya perahu. Dimana para pekerja perahu anda? Biasanya merekalah yang harusnya disini menolong anda. Apa ada masalah? Juragan itu pun menjawab, "mungkin mereka marah karena ada sedikit masalah di upah mereka. Aku tak membayar upah mereka". Lalu warga itu berkata "Jangan lah seperti itu, dalam agama islam kita diajarkan bahwa bayarlah upah mereka sebelum keringatnya kering". Mendengar hal tersebut sang juragan pun mengalah, dan berusaha menemui para pekerja perahunya dan meminta bantuan.

"Tolonglah aku, perahu tersebut tak bisa bergerak lagi. Saya janji, Nanti saya akan melunasi upah kalian" Tutur juragan

"Baiklah, esok pagi datanglah lagi kesini, Inshaa Allah perahu itu sudah bisa berlayar." Kata salah satu pekerja perahu.

Pada saat malam tiba, seseorang dari mereka (pembuat perahu) mengambil kembali pocong kecil yang mereka tanam. dan betul keesokan harinya saat hendak didorong kembali dan pastinya kali ini dibantu oleh para pekerja perahu, perahu tersebut meluncur mulus menuju tepi pantai tanpa ada kendala.

Waaah, Ayah apa ada lagi kisah lain tentang Phinisi ini?

"Ada, pernah juga suatu kali ada salah satu pekerja perahu yang lalai dalam bekerja. Tak sengaja dia memotong papan yang dijadikan sebagai badan perahu. Dan saat di satukan ternyata papan ini tak sampai, sehingga ada sedikit celah dari badan perahu. Mendengar hal ini sang pemesan perahu sangat marah. Betapa tidak? Sang pemesan perahu inilah yang mencari sendiri kayu yang dibutuhkan bahkan mencarinyapun sangat sulit karena kayu ini langka. Pekerja ini terus meminta maaf, namun tak dimaafkan. Juragan sangat marah.

Pekerja pun putus asa, lalu dia mengambil papan yang salah potong tadi, lalu di sembahyangkan lah dan meminta doa sejadi-jadinya. "Ya tuhan, hamba tak mampu lagi menghadapinya, kiranya engkau bantu saya Ya Allah untuk mencari jalan keluar dari masalah ini" jerit sang pembuat perahu. Keesokan harinya sang juragan mulai menagih tanggungjawab dari pekerja itu untuk mengganti papan yang dirusaknya. Sang pembuat perahu pun pasrah, dia hanya menunggu hukuman yang diberikan atas kelalaiannya. Namun ketika itu papan tadi bertambah panjang, sehingga saat dipasang dibadan kapal, pas, dan tak ada celah. Sang pembuat perahu pun lega, sang juragan pun senang.

Setelah berhasil keluar dari masalah, sang pekerja memutuskan untuk berhenti karena takut akan terjadi hal lain di luar sanggupnya. Lalu juragan pun mengizinkan dan mencari pekerja baru. Beberapa bulan kemudian, perahu pun jadi. Dan sudah siap dilayarkan. Awalnya perjalanan lancar. Namun, ketika berada ditengah perjalanan, papan yang bermasalah tadi berubah kembali menjadi pendek, sehingga terbuka celah yang cukup besar pada badan perahu. Membuat air laut masuk ke bagian badan perahu dan tenggelam lah perahu itu.

Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa ini adalah, jangan marah berlebihan, manusia pasti punya salah dan tak luput dari khilaf, maka marah bukan jalan yang efektif untuk menyelesaikan, bahkan mungkin hanya menambah sulit keadaan. Apalagi sampai melukai hati seserang dari lisan kita".

Waktu sudah larut malam, Saya pun mulai ngantuk. Dan Ayah juga. Nanti saja dilanjutkan katanya.


Cerita diatas berdasarkan dari sudut pandang seseorang yang diwariskan ceritanya turun temurun dari nenek moyang . Jika terdapat kekeliruan mohon dimaafkan dan diperbaiki. Dan jika ada keunikan lain dari phinisi ini entah itu tentang langkah-langkah pembuatannya serta peristiwa-peristiwa yang unik terkait dari phinisi ini mohon di share agar kiranya kita bisa saling bertukar informasi tentang kebanggaan dari kampung kita tercinta ini. Suatu kearifan lokal yang menakjubkan. Dan Allah karuniakan kepada kita para pemuda pecinta Bumi Panrita Lopi. Terima Kasih, Ya Rabb.


By Alifah Nurkhairina

Bersambung.....