Jumat, 16 Desember 2016

Jiwa Mudaku

Mengharap bebas namun selalu terbatas merupakan salah satu hal tersulit yang sering kujumpai. Dari balik jendela itu ku terfokus melihat sebuah kebebasan. Jiwa-jiwa muda yang berhamburan tengah mencicipi masa remajanya.  Seharusnya aku disana. Seharusnya aku melepas tawa di sudut yang kuinginkan. Kali ini aku merasa hilang akal.

Ini zamanku, dimana remaja sebayaku bebas melakukan hal apa saja yang mereka suka. Tak terkekang dan bebas melayang. Kemanapun dan kapanpun. Menghabiskan panjang hari bersama rekan sahabat. Menghancurkan deras malam di titik manapun mereka suka. Bersenang-senang dengan cara mereka. Cara unik bahkan cara yang paling tidak rasional sekalipun.

Ini masaku, dimana pemudi-pemudi lain bebas mengekspresikan segala hal. Bebas membagi kesehariannya lewat sebuah telpon genggam. Menceritakan segala hal bahkan sesuatu yang bersifat pribadipun menjadi santapan orang banyak, apapun yang penting dunia harus tau!

Ini suatu batasan yang cukup mengganggu. Terkadang saya ingin menjadi mereka. Menjadi seseorang yang tumbuh di dunia luar yang kuharapkan. Menjadi kartini muda yang gaul yang dikenal banyak orang karena foto yang dipostnya menjadi viral, atau mengabarkan keseharianku lewat video singkat yang ku bagikan secara gratis kepada mereka yang tak ku kenal. Terkadang saya ingin bebas lepas. Pergi ke tempat yang hitz dan menghabiskan uang yang kupunya demi suasana kedai yang nyaman dan segelas kopi yang nikmatnya sesaat. Membeli aneka macam baju yang brandnya oke punya. Terkadang saya iri melihat sebayaku bebas bergaul dengan siapa saja tanpa batas tak ada larangan dari sudut pandang manapun. Menjalin hubungan dengan pria yang dicintainya. Membiarkan orang lain melihat rambut indahnya, dan bebas berpakaian sesuka hati. terkadang ingin itu mengusikku selalu.

Lalu apa selanjutnya? kenapa aku tidak membuka pintu lalu menghampiri mereka? Itu sangat mudah. Lalu pergilah kutemui kebahagiaan yang selama ini ku dambakan?
Namun, kurasa tidak. Aku masih punya keluarga. Masih ada orang tua yang membutuhkan ku. Masih ada kepercayaan dari mereka yang masih ku genggam. Selama ini aku salah, kebahagiaan dengan menghabiskan waktu dan biaya yang banyak bukan suatu bentuk membunuh lelah dan berjumpa bebas. Aku tau betul bagaimana mereka banting tulang demi rupiah-rupiah yang dicarinya. Aku tau betul jam berapa mereka harus keluar untuk menjemput rezeki. Aku tau betul bagaimana pengorbanannya sampai saya ini bisa menulis seperti ini. Aku tau betul baju dan bagaimana mereka sampai di tempat kerjanya. Aku tau betul di lingkungan mana mereka habiskan hari kerja. Namun, ada sesuatu yang tak pernah aku tau. Bagaimana mereka mengeluh dengan lelah yang selama ini mereka sembunyikan, sungguh aku tak pernah tau itu.

Ketahuilah sampai ku temukan jawaban dari semua pengharapan, inilah masaku. Menghabiskan waktu muda ku bersama keluarga. Hal yang tidak dapat terbayarkan oleh apapun. Menghabiskan malam dengan candaan hangat mengingat sesuatu yang telah lalu. Inilah masaku, dengan tidak menambah beban mereka atas pergerakan kecilku yang akan mengganggu batinnya. Aku masih tanggungannya. Aurat yang kubiarkan terbuka menjadi tanggungan dosa Ayahku. Sifat dan sikapku mencerminkan bagaimana mereka mendidikku. Dan inilah masaku menjaga mereka sampai habis sanggupku..



Tampak gerimis telah datang. Hal itu ku ketahui dari basahnya tepi jalan yang terus kuperhatikan dengan tatapan kosong. Teringat lagi kepada mereka. Dimana mereka? Apa mereka kehujanan? Bagaimana mereka melawan dingin? :(
Jangan pernah lepaskan ku tanpa bekal doa dan restumu Ayah, Mama.... Sang pemilik senyum peneduh resah dimana pun ku berada.

Wahai kawulah muda, mari berpikir lagi. Mari mengingat untuk tidak menghabiskan masa muda kita dengan hal yang sia-sia. Saya lebih memilih menjadi terasing daripada harus meninggalkan mereka di rumah. Mari mengembangkan potensi diri. Jangan takut menolak untuk hal yang tidak penting. Masa muda jauh lebih indah saat kau mampu berbakti kepadanya. Mari bahagiakan mereka sesuai harapnya. Menjadi sosok yang membanggakan dan bermanfaat jauh lebih mulia :)


#Alifah Nurkhairina
Bulukumba, 11 Desember 2016 12.12 WITA

Rabu, 02 November 2016

Malam, dia saksinya.

Rabu, 02 November 2016
Gowa, 17.08 WITA




Aku bertemu dengan satu minggu yang hebat. Singkat cerita menggores banyak kenangan. Terlalu banyak hal yang baru mulai membekas. Terima kasih karena telah menciptakannya.
Aku bertemu dengan satu minggu yang istimewa. Menelusuri malam mencari ketenangan. Di sudut kota sampai tak terlihat. Terima kasih karena selalu ada dan mengawali pertemuan dengan rasa yang beda. Aku menikmatinya.
Aku larut dalam satu minggu yang berkesan, dengan kau, orang yang tak sengaja ku kenal. Berjelajah meninggalkan rutinitas membosankan dengan bermodalkan motor tua. Menghantam jahatnya angin malam yang menggila. Demi menjajaki beberapa tempat dan mengukir cerita untuk bernostalgia nantinya. Lelah? Ah tidak! Aku menikmatinya bahkan aku bahagia, karena malamku, malammu habis dimakan tawa.

Kesenangan ini tiba-tiba diporak-porandakan oleh SIBUK. Yah, musuh abadiku. Memaksa untuk dirangkul, meronta kepadamu untuk ditemani kembali, mengalihkan perhatianmu sesukanya. Apa daya kita hanya anak kecil yang diperbudak kehidupan fana, Terpisah dulu..

Sekarang pergilah, temui dan hancurkan sibuk itu sama-sama kita kejar sukses. Lalu kembali lagi mengukir hal yang lebih hebat, dengan senyum yang sama. Karena aku masih berharap akan ada satu minggu selanjutnya yang lebih indah atau bahkan lebih. Lalu kembalilah, aku masih butuh teman cerita untuk kuadukan semua isi hariku yang melelahkan. Dan kembalilah, aku masih ingin melihat senyum itu nyata dan pandangan sempurna matamu sebagai penyemangat. Kubiarkan waktu memainkan perannya, kubiarkan jarak memainkan situasi dan kupercaya doa akan membuktikan dahsyatnya.

#Alifah Nurkhairina.

"Dan kau berhasil mengubah persepsiku tentang pertemuan singkat. Kau mengindahkannya. Sekarang dia punya ruang tersendiri di hati. Berdiam, bertahta dan tenang. Terima kasih telah menciptakan senyum diujung malamku.."
-InalifahN

Rabu, 21 September 2016

Hujan

Bersama derasnya hujan
Menari-nari dibawah sinaran lampu jalan
Mulai jatuh bulir-bulir kenangan
Yang hinggap lalu meninggalkan keresahan

Berjalanlah insan itu diantaranya
Seorang diri bagai kehilangan asa
Ada luka di alun-alun kota
Ada air murni dari pelupuk matanya

Terhentinya dia setelah lelah melangkah
Berusaha menahan pilu yang mendesah
Adakah mereka yang tersentuh
Memberikan pelukan yang sempurna dan utuh



#Alifah Nurkhairina.

Senin, 19 September 2016

Rumahku, Bumi Pertiwiku

Makassar, 11 Agustus 2015


Pancaran sinar fajar dibalik sela-sela kayu itu mulai nampak
Seakan membangunkan ku dari indahnya kehidupan mimpi
Seakan memaksaku untuk bersyukur kembali atas bumi yang ku pijak
Di rumah sederhana, bersama mereka yang aku cintai

Rumahku, rumah kami, rumah kita
Yang begitu menakjubkan dan kan selalu ku banggakan
Rumah yang terbagi atas berbagai pulau yang luar biasa
Yang terbentuk atas pondasi perbedaan

Atas dasar keyakinan dia lahir
Atas berbagai upaya dia tercipta
Atas kekuatan doa dia bersinar
Dan atas restu Sang Kuasa dia tetap ada

Rumahku, Bumi Pertiwiku
Tempatku menghabiskan hari-hariku
Berteduh dari kerasnya kehidupan dunia
Berharap akan terus disana, sampai menghadap Sang Pencipta

Masih adakah asa agar rumah ini tetap berjaya?
Adakah secercah harapan untuk rumah ini agar tetap kokoh dan gagah?
Akankah rumah ini berdiri megah diantara istana-istana disana?
Bumi Pertiwiku, bangunlah, kau masih yang terindah.


# Alifah Nurkhairina.

Minggu, 18 September 2016

Hai anak Rantau

Inilah kami berada dilangkah awal kesuksesan
Berusaha menahan tangis yang berlapis senyuman
Adakah kami akan dirindukan
Agar kelak kembali kami yang didambakan

Seperti menjadi terlahir kembali
Berbekal doa dan keyakinan hati
Berjalan menapaki kehidupan yang begitu kejam ini
Yang memisahkan raga dengan orang terkasih

Kabar kami bak senja di waktu mendung
Dinanti tapi terkadang mesti meraung
Kiriman doa yang tak bisa lagi terbendung
Dari kalian yang kusayang dan tak sempat berkunjung

Makassar, 07 Maret 2016
#Alifah Nurkhairina.

Jumat, 26 Agustus 2016

Bisik Rindu

Kamis, 25 Agt 2016
# Gowa, 22.36 WITA


Malam ini, kuambil sang pena dan kertas putih. Kusatukan semua rasa yang perlahan hinggap. Yang tak hentinya mengusik. Kutuangkan semua perihal tentangmu. Karena yang kutangkap ada cinta dimatamu.
Malam ini, tepat disaat rindu telah menggebu-gebu. Kusandarkan raga ini di sudut ruang tak terlihat. Kuadukan bagaimana kau telah indah dihadapku. Tentang bagaimana kau telah mencuri perhatianku lebih dan tentang hebatmu menciptakan kenangan sempurna.
Malam ini, dikota yang berbeda. Rindu melayang terlalu jauh. Alun kotamu yang begitu romantis, menjadi penjagamu disepinya malam. Kau larut dalam sibuk yang luar biasa. Bahkan kau tak pernah sadar ada harap yang bergejolak, ada hati yang tulus menanti, sampai kau benar-benar terpukul, ada raga yang pecah bahagianya saat kau memberi kabar, dan ada senyum yang sudah dipendamnya sampai kau hadir kembali.
Kenapa waktu? kenapa kau baru menciptakan pertemuan singkat ini? sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk menambah kenangan yang ada. Kenapa jarak? Kenapa kau begitu sempurna menghancurkan temu? Sehingga rindu itu meluas setiap detiknya.
Malam ini, di kota tempatku menunggu, ada bisik yang kugemakan, "Selamat malam, Mas. Kuharap Jogja tak sedingin hatimu."

- Alifah Nurkhairina.

Jumat, 29 April 2016

Kado Spesial

Selamat Milad, Mama. Hari ini tiada yang pantas kupersembahkan selain doa dan tulisan ini. Untuk seorang malaikat yang rendah hati. Untuk seorang bidadari yang bersahaja namun cantik hatinya.

Disaat hatimu resah, kembali kau teringat kepada kami. Anak - anakmu yang tengah berjuang menjemput sukses. Kembali lagi kami disapa oleh lambaian rindu dan bisikan doa. Sesuatu yang kami rindukan saat beranjak. Kembali lagi kami merasakan seruan semangat. Dari suara telepon di seberang sana. Selalu ada cerita yang terlontarkan. Bahkan tak jarang pula terdengar tangis yang tertahan.

Maaf atas segala khilaf yang pernah tercipta. Maaf atas segala kekurangan yang pernah ada. Maaf atas perlakuan kasar yang sempat hadir. Maaf atas ketidaknyamanan saat kami memberontak. Maaf atas segala hal yang membuat mu susah.

Terima kasih atas doa di sepertiga malammu. Terima kasih sudah menopang saat kami tumbang. Terima kasih atas masakan yang selalu nikmat di setiap saat. Terima kasih sudah menjadi rumah untuk kami berlindung. Terima kasih sudah setia menunggu sampai kaki kami menginjak teras rumah. Terima kasih atas kasih sayang yang tak henti. Terima kasih atas ilmu dan bimbingan untuk menjadi manusia yang beretika. Kepada Allah dan kepada sesama. Terima kasih sudah menjadi istri yang sempurna bagi ayah kami. Terima kasih sudah memperkenalkan kami dengan Allah. Terima kasih sudah menyimpan sepotong surga untuk kami.

Mama, tersenyumlah. Saat kami pulang nanti, pastikan senyum itu tetap indah dan tetap terukir setia untuk kami, para jagoanmu. Terima kasih untuk mu mama, sang pemilik pelukan sempurna.😌